Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail

بسم الله الرحمن الرحيم

Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail

Segala rasa puji serta syukur hanya milik Allah swt yang telah banyak memberikan kita karunia terutama karunia Iman Islam yang mana dengan wujud syukur atas karunia tersebut terwujudkan dalam amal keseharian yang sesuai dengan tuntunan-Nya.

Shalawat serta salam marilah kita haturkan pada Nabi Muhammad saw berserta keluarga beliau para sahabat beliau dan para pengikut beliau.

Pembaca yang mudah-mudahan mendapatkan karunia serta hidayah Allah swt. Diantara isi kandungan al-Qur’an selain berisi tentang Tauhid, tentang Syariat maka terkandung juga didalamnya kisah-kisah para Nabi dan Rasul serta umat-umat terdahulu yang bertujuan agar kita dapat mengambil pelajaran, ibrah serta hikmah atas kisah tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah swt pada surah Hud ayat 120 :

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

Artinya:” Dan semua kisah rasul-rasul, kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman”. (QS. hud: 120)

Diantara kisah itu adalah kisah perjalanan penuh hikmah antara Nabi Ibrahim serta Nabi Ismail.

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا

Artinya: “dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim yang tersebut dalam Kitab (al-Quran), sesungguhnya dia seorang yang sangat membenarkan, seorang Nabi”. (QS. Maryam: 41)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا

Artinya: “dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Ismail di dalam Kitab (al-Quran). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, ia seorang rasul dan Nabi”. (QS. Maryam: 54).

Maka al-Quran pun mengabadikan perjalanan kisah Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail  tersebut dalam surah ash-Shaffat ayat 99- 107

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99)

Artinya: “Dani Ibrahim berkata: sesungguhnya aku hendak pergi kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.

Yang dimaksud pada ayat ini yaitu bahwa Nabi Ibrahim hendak pergi ke tempat yang Allah perintahkan nabi Ibarahim pergi kesana.

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100)

Artinya: “Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku sebagian dari (keturunan) yang baik-baik”.

Dalam ayat ini Nabi Ibrahim meminta pada Allah agar dikaruniai keturunan yang shalih yang dapat memberikan manfaat ketika hidup dan saat orang tua telah meninggal.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ ” (رواه أحمد)

Oleh sebab itu maka kita sebagai orangtua hendaklah senantiasa memohon kepada Allah agar dikarunia generasi penerus yang shaleh/shalehah serta memohon kepada Allah agar diberi kekuatan serta ketabahan dalam menjaga amanah tersebut.

Oleh sebab itu cita-cita mulia orangtua yang tergambarkan dari harapan Nabi Ibarahim adalah memiliki generasi yang shaleh.

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101)

Artinya: “Lalu Kami gembirakan dia dengan seorang anak yang sangat sabar”

Doa Nabi Ibarahim agar dikarunai Allah generasi penerus benar-benar terkabul yaitu dikaruniai Ismail. Ketika Nabi Ismail lahir usia Nabi Ibrahim adalah delapan puluh enam (86) tahun , hal ini merupakan  penantian yang cukup panjang serta dibutuhkam kesabaran yang tinggi.

 al-Quran menyebut Nabi Ismail بِغُلَامٍ حَلِيمٍ  pada ayat berikutnya kita akan mengetahui kesabaran Nabi Ismail atas apa yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

Maka ketika Nabi Ismail sudah mulai beranjak besar maka dijelaskan sebagai berikut:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)

Artinya: maka tatkala ia sampai (pada usia bisa/sanggup/besar) berusaha bersama-sama Ibrahim, ia (Ibrahim) berkata: Hai anakku! Sesungguhnya aku lihat dalam mimpi bahwa aku akan menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa yang engkau putuskan? Ia (Ismail) jawab: Hai bapaku! Buatlah apa yang engkau diperintahkan. Engkau akan dapati akan daku, insya Allah dari orang-orang yang sabar”.

Apa yang dapat kita ambil pelajaran dari ayat ini adalah sebagai berikut:

  1. Pendidikan Iman yang baik bisa mengantarkan generasi penerus kita menjadi generasi shalih
  2. Generasi penerus yang shalih merupakan hasil iktihar para orangtua dalam menjalankan amanah yang Allah berikan padanya
  3. Ikhtiyar orangtua itu diantaranya adalah berusaha semaksimal mungkin memberikan serta menanamkan pendidikan agama sejak usia dini.
  4. anak merupakan amanah Ilahi bukan semata-mata milik kita, sebab kita akan dimintai pertangungjawaban atas amanah yang telah diberikan pada kita.

 فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103)

Artinya: “maka tatkala mereka berdua telah berserah diri dan Ibrahim telah rebahkan dia diatas pelipisnya”.

Yakni tatkala Nabi Ibarahim serta Nabi Ismail telah ikhlas serta ridha mengerjakan perintah Allah dan ia telah rebahkan anaknya atas pipinya untuk disembelih, datanglah cegahan dari Allah swt, ini berarti bahwa mereka sudah mengerjakan perintah berat itu dengan ikhlas yang luar biasa.

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106)

Artinya: “Dan Kami seru dia bahwa: Wahai Ibrahim (104) sesungguhnya engkau telah kerjakan perintah dalam mimpi itu dengan betul. Sesunguhnya begitulah Kami membalas orang-orang yang berbuat kebaikan (105) Sesungguhnya ini ialah percobaan yang nyata (beratnya).

Allah mencegah nabi Ibarahim daripada meneruskan penyembelihan anaknya, adalah sebuah karunia sebuah kegembiraan yang sangat besar bagi nabi Ibarahim, nabi Ismail serta keluarganya. Kegembiraan kebahagiaan ini adalah satu balasan dari Allah kepada orang-orang  yang menurut pada perintah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات 56)

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)

Artinya: “Dan kami telah tebus dia dengan satu sembelihan yang besar”

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt perintahkan Nabi Ibrahim untuk menebus anaknya dengan menyembelih seekor kambing yang besar sebagai gantinya.

Di sisi lain kisah ini memberikan pelajaran bahwa dibalik kesulitan akan ada kemudahan sebagaimana firman Allah dalam surah al-Insyirah ayat 5 – 6.

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)

Balasan bagi orang-orang yang bertakwa adalah diantanya pertolongan dari jalan yang tidak diduga-duga atau tidak disangka, hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam surah at-Thalak ayat 2 – 3

…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ… (3)

Dalam menjalankan amanah mendidik generasi penerus kita akan berhadapan dengan berbagai cobaan serta tantangan satu hal yang perlu kita yakini bahwa dibalik semua ujian itu pasti ada kemudahan serta solusi yang dari sisi yang tidak pernah kita duga selama kita sudah berusaha semaksimal mungkin diiringi permohonan yang tulus kehadirat Allah agar diberikan solusi terbaik.

Akhirnya mudah-mudahan Allah swt menjadikan diri kita adalah orangtua serta anak yang shaleh menjadikan kita semua sebagai generasi Rabbany.

*Arie Wildana Sakti*

Leave a Reply