Kewajiban muslim kepada al-Qur’an
Sesuai dengan namanya, al-Qur’an adalah kitab suci yang menjadi bacaan bagi manusia untuk memperoleh petunjuk-petunjuk Allah SWT. Diyakini bagi orang-orang yang beriman bahwa al-Qur’an meliputi segala sesuatu. Maksudnya, al-Qur’an memberikan dasar-dasar untuk semua persoalan yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia secara menyeluruh. Dengan dasar-dasar itu, orang-orang mukmin menjadikannya sebagai landasan hidup.
Tentunya pula didalam upaya kita untuk memperoleh petunjuk, penjelas serta pedoman yang terdapat didalam al-Qur’an sebagai landasan hidup bagi kebahagian kita maka di tuntut adanya keimanan atau keyakinan terhadap kebenaran isi yang terdapat di dalamnya tanpa ada keraguan sedikit pun.
Iman kepada al-Qur’an menuntut beberapa hal yang harus dipenuhi oleh seorang yang telah menyatakan beriman atau yakin terhadap kebenaran yang terkandung padanya. Keimanan itu tidak sempurna bahkan patut dipertanyakan kebenaranya apabila ia belum memenuhinya. Di antara tuntutan itu adalah:
- Dekat dengan al-Qur’an
Seseorang dikatakan dekat dengan al-Qur’an apabila ia melakukan interaksi atau menjalin hubungan yang rutin dengannya. Hal ini dilakukan dengan cara mempelajari dan mengajarkan kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
خيركم من تعلّم القرآن و علّمه . رواه البخاري
“sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya” –HR. Bukhari-
Yang di pelajari dan ajarkan itu meliputi:
- Bacaannya
Membaca al-Qur’an dengan baik dan benar merupakan indikasi keimanan seseorang. Untuk itu seorang mukmin harus mempelajari dan mengajarkannya dengan baik. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 121:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (١٢١)
“orang-orang yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan Barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi”.
Rasulullah SAW bersabda :
اقرؤوا القرآن فإنّه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه – رواه مسلم –
“Bacalah al-Qur’an karena sesungguhnya al-Qur’an itu datang pada hari kiamat sebagai syafaat bagi pembacanya – HR. Muslim-.
- Memahaminya
Hal ini dilakukan dengan mempelajari dan mengajarkan maknanya secara baik, karena sebagian ayat-ayatnya harus difahami secara kon-tekstual. Pemahaman kontekstual harus didasarkan pada apa yang difahami para salafushalih melalui riwayat-riwayat yang sahih. Pemahaman kontekstual dapat juga dengan penalaran akal, dengan catatan bahwa tidak menyimpang dari riwayat yang sahih, sebab Nabi SAW dan para sahabat tentu lebih memahami makna al-Qur’an, karena merekalah yang mengalami masa turunnya wahyu itu.
Allah SWT berfirman dalam surah shad (38) ayat 29 :
“Kitab (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan dan agar orang yang berakal sehat mendapat pelajaran”.
- Menghafalkan
Menghafalkan al-Qur’an merupakan salah satu sarana diantara beberapa sarana dalam penjagaan kemurnian isi al-Quran, oleh karena itu bagi seorang muslim yang menghafalkan ayat-ayat al-Qur’an maka ia telah berperan aktif dalam usahanya menjaga kemurnian din ini.
Marilah kita jadikan momentum ini untuk menjadi tolak ukur bagi diri kita dan keluarga kita apakah kita dan keluarga kita sudah dekat dengan al-Qur’an? Sudahkah kita dan keluarga kita mampu dengan baik membaca al-Qur’an? Ataukah malah kita jauh dari al-Qur’an.
Mulai saat ini seorang suami yang baik tidak hanya menunutut istrinya hanya tampil cantik dihadapannya tapi hendaknya pula seorang suami meminta istrinya agar dapat membaca al-Qur’an, begitu pula sebaliknya seorang istri yang baik tidak hanya menuntut uang belanja kepada suaminya tapi mintalah ia untuk dapat mengaji bahkan mintalah suami kita agar membawa keluarga kita menjadi keluarga pembaca al-Qur’an, keluarga yang dapat memahami makna al-Qur’an. Begitu juga kita sebagai orang tua hendaknya kita perhatian terhadap anak-anak kita apakah anak-anak kita telah mampu membaca al-Qur’an ataukah anak kita belum mampu membaca al-Qur’an? Jika ternyata anak kita belum mampu membaca al-Qur’an maka kewajiban kita sebagai orang tuanya adalah berusaha agar anak kita dapat membaca al-Qur’an. Jangalah kita sebagai orang tua hanya menuntut anak berbuat baik kepada kita tapi kita melupakan memberikan pendidikan al-Qur’an kepada anak kita! Sehingga mudah-mudahan keluarga kita menjadi keluarga samara sakinah mawadah wa rahmah.
- Mendidik diri dan keluarga dengan al-Qur’an
Al-Qur’an memuat nilai-nilai dan ajaran yang ideal, sementara manusia dan kehidupan disekitarnya terkadang jauh dari nilai-nilai al-Qur’an. Dalam kondisi ini, seorang muslim berusaha untuk mendidik diri dan keluarga supaya sifat-sifat dan karakternya sesuai dengan al-Qur’an. Bila berhasil, ia akan menjadi seorang yang berkepribadian khas karena al-Qur’an sebagai shibgha mewarnai seluruh diri dan keluarganya secara utuh. Materi pendidikan didalam al-Qur’an diantaranya adalah :
- Pendidikan akhlaq
Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa nilai atau harga diri manusia itu terletak pada akhlaqnya. Yaitu tingkah laku dan amal perbuatannya. Semakin luhur akhlaq seseorang, semakin tinggi nilai dan harga dirinya. Karena itu, upaya pembinaan dan peningkatan akhlaq, dalam melestarikan martabat manusia, adalah teramat penting. Dan dalam hal ini, Islam dengan segenap aspek ajarannya, adalah merupakan satu-satunya alternative sebagai pedoman dan tuntunan. Sebab bukan saja karena Islam itu ajaran-ajaran yang sesuai dengan fitrah dan tabiat manusia, tapi juga sebagai satu-satunya norma tingkah laku dan aturan amal perbuatan, yang dinyatakan sah oleh Allah SWT. Akhlaq yang keluar dari norma dan aturan Islam, hanya akan sia-sia belaka. Tidak bakal diterima oleh Allah SWT. Firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85)
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.
Suatu ketika, Aisyah ra ditanya tentang akhlaq Rasulullah SAW. Maka ia menjawab:
كان خلقه القرآن. –رواه مسلم-
“Akhalaq Beliau adalah al-Qur’an.” (HR.Muslim).
Makna hadits di atas adalah bahwasannya Rasulullah SAW adalah pribadi yang mencerminkan realisasi nyata dari ajaran dan konsep kehidupan yang termaktup di dalam al-Qur’an, karena itu kita wajib meneladani Rasulullah SAW, sebab Beliau adalah teladan yang baik bagi kita. Allah berfirman dalam surah al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
Artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q.S: al-Ahzab:21)
- Melaksanakan dan tunduk kepada hukum-hukum yang terkandung didalamnya
Al-Qur’an sebagai hukum dan perundang-undangan tidaklah cukup hanya sebatas dibaca dan dikaji saja. Al-Qur’an harus dipatuhi dengan segala ketundukan dan lapang dada karena hukum-hukum yang ada di dalamnya dibuat oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Penolakan dan pembangkangan terhadap al-Qur’an merupakan kebodohan yang hanya akan menyebabkan kerusakan dan kehancuran.
Rasulullah SAW bersabda :
“Telah aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan sesat selamanya (yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah)”.
Jika kita menginginkan kebahagian didunia dan diakhirat tidak ada jalan lain melainkan kita harus mengamalkan dengan segenap kemampuan yang kita miliki dalam pengamalan isi-isi al-Qur’an. Sebagai misal, di dalam al-Qur’an terdapat perintah shalat “aqimuu shalah” maka sudah seharusnya kita melaksanakannya sebagaiamana yang di contohkan Rasulullah SAW. Pertanyaannya sudahkah kita dan keluarga kita telah melaksanakan shalat yang wajib itu dengan baik?
Di dalam al-Qur’an terdapat pula kewajiban bagi wanita yang telah baligh agar berpakaian menutup aurat mengikuti syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syari’at. Sebagimana firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 59 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (59)
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Nabi SAW bersabda:
إنّ المرأة إذا بلغت المحيض لم تصلح أن يرى منها إلاّ هذا و هذا , وأشار إلى وجهه و كفيه. رواه أبو داود
“Sesungguhnya seorang wanita apabila telah mancapai umur dewasa (haidh), ia tidak boleh dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, seraya Rasulullah mengisyaratkan kepada wajah dan kedua telapak tangannya”
Lalu bagaimana dengan anak gadis atau sudari kita yang muslimah itu sudah mengenakan busana yang benar-benar menutup auratnya?
Dan masih banyak lagi kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam al-Qur’an yang belum mampu kita laksanakan dengan baik. Mari kita jadikan muhasabah atau pengingat dari pertanyaan pertanyaan ini sebagai awal perjalanan kita dan keluarga kita dalam penerapan dan mengamalan isi-isi kandungan al-Qur’an. Sehingga kita semua layak untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
*Arie Wildana Sakti*