Kajian Sastra Interdisipliner dalam Pendidikan

Nama : Arnanda Dwitasari

NIM : 22102071024

Mata Kuliah : Kajian Sastra Interdisipliner

Kajian Sastra Interdisipliner dalam Pendidikan

Sastra merupakan manifestasi dari diri seseorang. Banyak masyarakat saat ini sudah lebih menghargai karya sastra seseorang, dibandingkan 20 tahun yang lalu. Sastra dianggap masih tidak ada nilainya. Karya-karya puisi atau buku dari para penulis sering diabaikan oleh sebagian masyarakat. Mungkin pada saat itu pengetahuan dan informasi juga masih kurang. Pada abad 21 ini sudah banyak masyarakat yang membuka wawasannya tentang kebernilaian karya sastra seseorang. Zaman dahulu misalnya apabila seseorang berminat dengan sastra akan sulit sekali mencari bacaan yang diinginkan, berbeda dengan sekrang yang sangat mudah untuk mendapatkan informasi melalui buku-buku atau di jejaring internet (online).

Kajian sastra membahas tentang berbagai segmentasi isi di dalamnya. Beberapa sastrawan memberikan cerita yang spesifik agar pembaca atau pendengar dapat merasakan apa yag mereka buat. Misalnya dalam novel remaja Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang mengisahkan tentang perjuangan 11 anak yang akan memperjuangkan pendidikan demi masa depan mereka. Dengan latar belakang yang berbeda-beda tidak menyusutkan semangat untuk belajar. Usaha dan perjalanan masa kecil mereka yang penuh perjuangan dalam novel ini sangat menjadi inspirasi anak-anak pada tahun 2008. Kisah yang dapat diambil sebagai pembelajaran dan representatif dari kehidupan masyarakat ini banyak disukai bahkan diputar dibeberapa negara (Kapanlagi.com, 2009). Kajian yang sastra yang membahas sastra itu sendiri pada zaman sekarang jauh lebih kompleks. Penilaian atau pandangan sastra tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang. Sastra dapat dinilai dengan sudut pandang agama, sosial, atau budaya. Nilai-nilai yang dibentuk oleh penulis ini dapat menjadi latar belakang suatu karya sastra dapat terbentuk. Oleh karena itu, karya satra sangat menarik bagi sebagian orang.

Pada dunia pendidikan siswa belajar sastra pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Karya sastra yang sering digunakan sebagai bahan ajaran guru ialah novel atau film. Pembelajaran sastra selain bertujuan untuk mengenalkan dan mengenali karya dari seseorang, juga dapat menjadi implementasi budaya literasi bagi siswa. Permendikbud No 23 Tahun 2015 menjelaskan jika literasi diharuskan untuk diterapkan dalam pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik. Selain itu data literasi yang ada di Indonesia menurut KEMENKO PMK tahun 2021, Negara Indonesia masuk pada jajaran nomor 62 dari 70 negara. Menjadi urutan ke 10 terbawah pemerintah mencanangkan kepada semua yang terlibat dalam dunia pedidikan untuk menumbuhkan cinta literasi dalam pembelajaran.

Awal tahun 2020 menjadi tantangan bagi seluruh dunia yang dihadapkan dengan pendami. Kegaiatan yang semua dilakukan dengan bertatap muka langsung (offline) sekarang dibatasi dengan kegiatan secara online. Dengan tantangan baru seperti ini, pendidikan juga semakin berusaha untuk menyesuaikan dengan keadaan yang terjadi. Literasi ditumbuhkan dengan berbagai cara semenarik mungkin agar siswa tetap bisa menerpakan pembelajaran yang tidak membosankan. Beberapa sastrawan menerbitkan bukunya dengan cerita-cerita fiktif yang ditujukan untuk siswa agar dapat mengkorelasikan kehidupannya dengan cerita yang ditulis. hal ini membuat pembaca agar lebih bisa merasakan pesan yang disampaikan.

Bukan hanya sosial, budaya, atau agama yang dapat didapat dalam pembelajaran sastra, melainkan pemecahan keadaan psikologi dari pemeran atau tokoh dapat analisis oleh peserta didik. Dengan pemilihan pendekatan dalam menemukan “sisi lain” dari cerita novel ini, menjadi pembelajaran yang esensial bagi siswa. Siswa dapat menjadi lebih kritis terhadap suatu karya. Adanya disiplin ilmu yang berbeda tidak serta membagi membagi mejadi dua kubu terpisah. Misalnya dalam psikologi yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menganalisis suatu karya ini dapat disebut dengan analisis psikologi sastra. Dalam konteks ini siswa dapat menumbuhkan dunia baru dalam bacaannya bukan hanya larut dalam cerita yang telah disajikan melainkan ikut serta menelaah apa yang sebenarnya terjadi dengan tokoh atau latar belakang penulis dalam penulisan karya.

Pada jenjang mengah pertama siswa diharapkan dapat menganalisis dengan peran tokoh atau unsur intrinsik yang ada dalam cerita fiksi mau non fiksi. Hal ini dapat dilakukan dnegan melakukan analisis dengan sastra interdisipliner yang mengaitkan dengan sosiologi sastra atau dengan psikoloi sastra. Adanya pendekatan implisit siswa diharapkan dapat menentukan karakter dalam novel sampai dengan dapat mengkontruksi cerita mereka sendiri dengan latar belakang yang bebeda-beda. Jelas dalam hal ini kajian sastra interdisipliner sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu permasalahan. Pengembangan ilmu dsipliner ini sangat membantu untuk dalam bidang ilmu lain juga. Baru-baru ini kajian bidang filsafat satra juga semakin banyak bermunculan. Mengetahui bagaimana dasar-dasar yang ada dalam sastra tersebut menarik dan unik untuk dianalisis. Semakin banyak ilmu interdisipliner dengan ilmu baru semakin banyak pula pengetahuan yang dapat diketahui oleh pembaca.

Begitu pula dalam dunia pendidikan interdisipliner dilakukan untuk mengasah kretifitas dan kekritisan siswa dalam belajar. Siswa mampu menjelaskan secara objektif atau subjektif dalam pandangannya untuk menggambarkan penilaian yang ia ketahui setelah membaca novel. Tidak hanya novel tetapi juga film atau karya seni lain dapat dinilai dengan sudut pandang individu masing-masing bergantung dengan pengalaman bacaan yang telah diketahui sebelumnya.

Leave a Reply