1. Definisi Perundungan

Perundungan adalah perilaku dengan karakteristik melakukan tindakan yang merugikan orang lain secara berulang-ulang dengan penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis (Banitez, 2009). Perundungan adalah tindakan negatif yang bersifat agresif dan manipulatif dan tindakannya dialkukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain dalam jangka waktu tertentu yang didasarkan dengan ketidakseimbangan kekuatan (Hernawan et al., 2018; Dayakisni, 2013)

Perundungan melibatkan beberapa pihak yaitu pelaku, korban dan pengamat atau bystander. Pelaku adalah individu yang secara fisik atau emosional melukai orang lain secara berulang-ulang (Zakiyah et al., 2017). Korban yakni individu yang menjadi target dari perilaku agresif, tindakannya menyakitkan dan cenderung menampilkan sedikit pertahanan (Zakiyah et al., 2017). Sedangkan bystanders adalah sekelompok individu yang cenderung mengabaikan ketika menyaksikan adanya perundundungan (Harris & Petrie, 2003).

  1. Jenis-jenis perundungan menurut Coloroso (2006);
  2. Perundungan secara verbal

Dapat berbentuk berupa diejek, diolok, disoraki, difitnah, dihina, dijuluki dengan sebuatan yang tidak pantas, digosipkan, dibentak, dituduh, diancam, difitnah, dikritik secara kejam, dimaki, dipermalukan di publik dll.

Perundungan secara verbal merupakan bentuk perundungan yang paling mudah dilakukan dan biasanya menjadi awal dari perilaku perundungan ke arah yang lebih lanjut atau parah.

  1. Perundungan secara fisik

Perilaku yang termasuk dalam kategori ini ialah menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi dan merusak serta menghancurkan barang milik korban atau orang yang ditindas. Perundungan secara fisik merupakan tindakan yang paling mudah untuk diidentifikasi walaupun kejadiannya lebih jarang dibandingkan perundungan secara verbal. Perilaku perundungan secara fisik bila dibiarkan akan berdampak ke arah negatif seperti perilaku kriminal yang lebih lanjut.

  1. Perundungan secara sosial

Bentuk perilaku dari perundungan secara sosial yaitu memiliki tujuan untuk merendahkan harga diri korban secara sistematis melalui beberapa contoh perilaku seperti pengabaian, pengucilan dan penghindaran. Perilaku dapat mencakup sikap-sikap yang bersifat agresif seperti lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang merendahkan orang lain.

  1. Perundungan secara elektronik

Perundungan ini dapat disebut sebagai cyberperundungan, jadi emi. Hal ini mencakup media sosial, email, pesan singkat, telepon dan bentuk sarana komunikasi elektronik lainnya. Tujuan dari cyberperundungan adalah menyakiti orang lain secara berulang kali. Perundungan jenis ini merupakan perundungan yang cukup sering dilakukan oleh remaja

  1. Penyebab Pelaku melakukan perundungan

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi remaja melakukan perundungan:

  1. Keluarga, seperti kurangnya pengawasan keluarga, buruknya hubungan antar anak dan orang tua, adanya konflik orang tua, adanya kekerasan di rumah, kurangnya dukungan emosi dari orang dan kurangnya penerapan disiplin yang tepat (Swearer & Hymel, 2015)
  2. Individu. Saat individu tumbuh menjadi remaja maka akan mencari identitas diri dan ketika tidak memiliki pedoman dalam berteman maka akan beresiko berteman dengan kelompok pertemanan yang menyimpang (Zakiyah et al., 2017)
  3. Pengaruh teman, ketika lingkungan sekitar mendorong adanya perundungan seperti menormalisasi adanya perundungan (Swearer & Hymel, 2015). Selain itu, pelaku melakukan perundungan adanya konformitas supaya dapat diterima di kelompok pertemanan tertentu (Zakiyah et al., 2017)
  4. Sekolah. Pihak sekolah yang mengabaikan situasi perundungan menyebabkan siswa yang bertindak sebagai pelaku mendapatkan penguatan untuk melakukan perilaku seperti intimidasi kepada siswa lainnya (Zakiyah et al., 2017)
  5. Kondisi lingkungan sosial. Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko perundungan yaitu kemiskinan dan kelompok minoritas seperti suku (Zakiyah et al., 2017)
  6. Media. Televisi dan media elektronik lainnya dapat menjadi sarana individu meniru perilaku menyimpang (Zakiyah et al., 2017).
  7. Dampak dari perundungan
  8. Sisi Korban

Perundungan memiliki dampak bagi korbannya di beberapa aspek kehidupan seperti berdampak hal, antara lain:

  1. Korban perundungan dapat memiliki permasalahan emosi, akademik dan perilaku dalam jangka panjang, bahkan korbannya cenderung memiliki perasaan rendah diri, mudah tertekan, suka menyendiri, cemas dan merasa tidak aman (Rivers, 2009 dalam Ainiyah & Cahyanti, 2020)
  2. Perundungan yang terjadi di sekolah dapat menurunkan performa akademik, meningkatkan perasaan tidak suka di sekolah sehingga meningkatkan perilaku membolos hingga dikeluarkan dari sekolah (Oliviera, 2017 dalam Ainiyah & Cahyanti, 2020).
  3. Korban perundungan memiliki resiko lebih tinggi mengalami permasalahan kesehatan fisik yang diakibatkan adanya permasalahan psikologis (somatisasi) seperti pusing kepala, sakit perut, sulit tidur dan meningkatnya perilaku merokok (Wolke & Lereya, 2015)
  4. Korban perundungan rentan mengalami permasalahan psikologis seperti gangguan depresi, kecemasan hingga adanya keinginan mengakhiri hidup (Santrock, 2011)
  5. Korban perundungan memiliki kesulitan menjalin pertemanan sehingga rentan merasa kesepian tidak memiliki teman (Ainiyah & Cahyanti, 2020)
  6. Sisi Bystander (Sisi pengamat/saksi)

Beberapa dampak yang dialami oleh bystander perundungan atau perundungan (Harris & Petrie, 2003):

  1. Sebagai pengamat perundungan dapat berdampak kepada pergulatan emosi seperti merasa marah, sedih dan takut
  2. Adanya perasaan bersalah kepada korban karena tidak bisa membantu namun di waktu yang sama merasa takut mendapatkan perundungan
  3. Sisi Pelaku

Terdapat beberapa dampak yang dialami oleh pelaku perundungan atau perundungan (Harris & Petrie, 2003):

  1. Pelaku ketika dewasa memiliki resiko mengalami depresi dibandingkan individu yang tidak melakukan perundungan
  2. Anak yang terindikasi sebagai pelaku perundungan memiliki resiko tinggi untuk dikeluarkan dari sekolah dan melakukan perilaku perbuatan yang melanggar aturan
  3. Individu yang melakukan perundungan memiliki resiko untuk melakukan kekerasan kepada keluarganya seperti isti/suami dan anaknya. Selain itu, anak dari pelaku perundungan memiliki potensi menjadi pelaku di kemudian hari
  4. Pencegahan Perundungan

Terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya perundungan (Le Menestrel, 2020):

  1. Edukasi tentang pengertian terkait perundungan beserta jenis-jenisnya dan dampak yang diperoleh dari adanya perundungan
  2. Bersikap asertif
  3. Membentuk kelompok remaja sebagai wadah untuk pencegahan perundungan di sekolah

Selain itu, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KEMEPPPA) memberikan panduan dalam pencegahan perundungan, antara lain:

  1. Bagi Anak
  2. Individu diberikan edukasi mengenai perilaku yang termasuk dalam perundungan
  3. Bersikap asertif seperti mampu mempetahankan diri ketika mengalami perundungan
  4. Individu mampu memberikan bantuan ketika melihat peurndungan
  5. Bagi Keluarga
  6. Menanamkan nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama
  7. Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini
  8. Membangun rasa percaya diri kepada anak, memupuk keberanian dan ketegasan serta mengajarkan kemampuan sosialisasi
  9. Mengajarkan etika terhadap sesama
  10. Mendampingi anak dalam menyerap informasi terutama dari media elektronik
  11. Bagi sekolah
  12. Merancang dan membuat progamram pencegahan perundungan kepada siswa bahwa perilaku perundungan tidak diterima di sekolah
  13. Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid
  14. Diskusi dan ceramah mengenai perilaku perundungan di sekolah
  15. Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif
  16. Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban perundungan
  17. Melakukan pertemuan berkala dengan orang tua

Asertifitas

  1. Definisi asertif

Asertif yaitu mengemukakan bahwa individu yang bersikap aserif adalah individu yang tegas menyatakan perasaan mereka, meminta apa yang mereka inginkan dan mampu mengatakan “tidak” tentang suatu hal. (Dayakisni, 2013). Perilaku asertif bukanlah mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain melakinakan bagaimana mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara terbuka tanpa merugikan orang lain (Hijrianti, 2021)

Berdasarkan Lioyd (1991) asertif, memiliki beberapa karakteristik (Dayakisni, 2013):

  1. Mampu mengatakan “tidak” dengan sipan dan tefas
  2. Mampu mengekspresikan perasaan dengan jujur
  3. Berbicara sesuai realita dan jujur
  4. Mampu mengungkapkan kesukaan dan prioritas
  5. Manfaat Perilaku asertif

Terdapat beberapa manfaat dari perilaku asertif menurut Alberti dan Emmons (2008):

  1. Dapat membangun hubungan yang positif
  2. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri🡪 melalui kemampuan asertif membuat individu melatih bertanggung jawan dan konsekuen atas keputusannya sendiri. Indivividu bebas mengkemukakan keinginannya namun tetap menjaga perasaan orang lain
  3. Melatih kepercayaan diri🡪 melalui asertif dapat membantu untuk menigkatkan kepercayaan diri sehingga yang sebelumya ragu ketika berpendapat maka akan lebih berani untuk menyuarakan pendapatnya
  4. Mempermudah pencarian solusi sebuah permasalahan🡪 salah satu cara komunikasi asertif yaitu berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama
  5. Cara berperilaku asertif berdasarkan Alberti & Emmons 1990:
  6. Mengekspresikan diri secara penuh
  7. Menghargai orang lain
  8. Langsung dan tegas
  9. Tidak memandang rendah orang lain
  10. Secara verbal mampu menguatarakan dengan sopan
  11. Non verbal (adanya kontak mata, kelancaran bicara dan mendengarkan)
  12. Sesuaikan dengan situasi dan kondisi
  13. Bertanggung jawab
  14. Sering berlatih
  15. Cara mewujudkan lingkungan yang asertif:

Menurut Galassi (dalam Rakos 1991) terdapat 3 cara mewujudkan lingkungan yang asertif, antara lain:

  1. Membuat lingkungan positif 🡪 saling berkata dan berperilaku positif satu sama lain akan menimbulkan lingkungan yang positif.
  2. Saling mengingatkan 🡪 bila ada sesuatu yang dinilai kurang baik atau salah maka perlu saling mengingatkan antara satu sama lain dalam hal kebaikan
  3. Berani bertindak🡪 bila melihat pertikaian atau perundungan atau perilaku yang diluar moral maka secara bersama-sama perlu melawan tindakan buruk.

Daftar Pustaka

Ainiyah, H. R., & Cahyanti, I. Y. (2020). Efektivitas Pelatihan Asertif Sebagai Upaya Mengatasi Perilaku “Bullying” di SMPN A Surabaya. Psikostudia : Jurnal Psikologi, 9(2), 105. https://doi.org/10.30872/psikostudia.v9i2.3868

Dayakisni, N. dan T. (2013). PERILAKU ASERTIF DAN KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN BULLYING. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 01(01), 172–178.

Harris, S., & Petrie, G. F. (2003). Bullying : the bullies, the victims, the bystanders. google.com

Hernawan, A. D., Diningrum, A., Jati, S. N., & Nasip, M. (2018). Risk Factors of Autism Spectrum Disorder (ASD). Unnes Journal of Public Health, 7(2), 104–112. https://doi.org/10.15294/ujph.v7i2.20565

Hijrianti, U. R. (2021). Validasi Modul Peduli: Pelatihan Asertivitas Anti-Bullying. Altruis: Journal of Community Services, 2(3), 71–79. https://doi.org/10.22219/altruis.v2i3.18130

Le Menestrel, S. (2020). Preventing bullying: Consequences, prevention, and intervention. Journal of Youth Development, 15(3), 8–26. https://doi.org/10.5195/JYD.2020.945

Santrock, J. W. (2011). Life Span Development (Megan Stotts (ed.); 13th Ed). McGraw-Hill. http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf

Swearer, S. M., & Hymel, S. (2015). Understanding the psychology of bullying: Moving toward a social-ecological diathesis-stress model. American Psychologist, 70(4), 344–353. https://doi.org/10.1037/a0038929

Wolke, D., & Lereya, S. T. (2015). Long-term effects of bullying. Archives of Disease in Childhood, 100(9), 879–885. https://doi.org/10.1136/archdischild-2014-306667

Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 324–330. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14352

Leave a Reply